Sunday, September 27, 2015

Perempuan dan Pilkada

Dini Mentari
Aktivis Perempuan


PEMILUKADA serentak pertama pada 9 Desember 2015 nanti akan menjadi event penting dalam perubahan kepemimpinan lokal Indonesia. Sebanyak 269 daerah, 260 kabupaten/kota, dan 9 provinsi akan memilih kepala daerah masing-masing. Tentu ini momentum mengingat beberapa kepala daerah yang cukup reformis, mampu, dan berkualitas dapat mengubah impian warganya menjadi nyata. 

Sebut saja Ridwan Kamil, Risma, bupati Bantaeng, dan juga duo Jokowi-Ahok. Dengan demikian, ini merupakan saat pemilih memilih kepala daerah yang dianggap layak dan pas untuk membangun daerah seperti harapan mereka.

Pemilihan pemilukada serentak ini cukup signifikan mengingat daerah yang akan melakukan pemilihan sekitar 60% dari seluruh daerah kabupaten/kota. Diprediksi, pemilukada serentak ini akan menghabiskan biaya Rp5 triliun—Rp7 triliun dana dari APBD, tidak termasuk dana yang dikeluarkan para calon yang tentunya tidak kalah banyak. 

Kita berharap pemilukada yang besar ini akan bermanfaat bagi kemajuan daerah serta warganya. Tidak seperti dalam pemilu legislatif, ketika peran dan keterlibatan perempuan di legislatif dipertanyakan kuantitasnya, serta didorong untuk mencapai keterwakilan 30% baik di DPR maupun di tingkat DPRD provinsi serta kabupaten/kota. 

Di pemilukada ini, permasalahan perempuan cukup adem ayem, tidak banyak yang mengemukakan pentingnya keterlibatan perempuan dalam pemilukada. Padahal, statistik Indonesia secara umum menyebutkan pemilih perempuan sekitar 50% di pemilu legislatif. Juga terbukti di pemilu, perempuan memilih paling rajin serta setia dalam memilih calon yang diyakini dapat mewakili kepentingannya. 
Beberapa hal yang menurut saya menarik untuk dicermati dalam kaitan pemilukada serta peran perempuan dalam pesta demokrasi memilih pemimpin daerah masing-masing.

Calon Perempuan
Bila tiap-tiap daerah diperkirakan memiliki tiga calon pasangan di 273 daerah tersebut, kira-kira akan ada sekitar 1.500—2.000 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di seluruh Indonesia. Minimnya pasangan calon kepala daerah perempuan yang berani maju membuat isu tentang jumlah pasangan calon perempuan tidak berani untuk ditampilkan. 

Arena kompetisi yang cukup tajam, kapasitas kepemimpinan, stamina, pressure, dan strategi politik yang cukup tinggi, juga dana yang besar untuk kampanye dan pemenangan, membuat perempuan-perempuan tidak berani memajukan diri menjadi kandidat. Padahal, bila perempuan maju menjadi kandidat, diharapkan aspirasi perempuan dapat disuarakan, selain bisa menginspirasi perempuan lain untuk berani memimpin masyarakat. 

Selain itu, diharapkan pemimpin perempuan memiliki keberpihakan terhadap kaum yang selama ini tak tersuarakan, tapi sangat dekat dengan kehidupan perempuan, anak, lansia, dan lainnya. Dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum melalui peraturannya telah mendorong implementasi UU Pemilu bahwa dana kampanye dan sosialisasi calon didukung oleh pemerintah. 

Dengan begitu, kandidat perempuan dapat mengurangi pengeluarannya bila berminat maju. Namun, calon perempuan yang berminat untuk maju bisa dihitung dengan jari. Masih ada waktu 1,5 bulan lagi untuk pendaftaran, diharapkan masih ada waktu bagi para kandidat perempuan untuk mencalonkan diri.
Perempuan Pemilih 

Target di pemilukada serentak ini sebanyak 78,5% pemilih akan berpartisipasi aktif. Target itu berat mengingat di pilpres, partisipasi pemilih sebanyak 75%. Dari target 78,5% itu biasanya porsi perempuan pemilih setengah dari jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Diharapkan, perempuan pemilih yang berpartisipasi lebih banyak lagi dan memahami pemilukada ini sebagai sebuah kesadaran substantif dan tidak sekadar prosedural, bahwa pemilihan ini akan berkontribusi terhadap perubahan kualitas kehidupan. 

Hal itu bisa dilakukan dengan berusaha mengenal calon-calon yang diajukan sehingga pemilih perempuan dapat memilih calon terbaik, yang dianggap mampu menerjemahkan visi-misi ke dalam kenyataan dan sesuai dengan harapan masyarakatnya.

Perempuan yang memilih dapat mendorong dengan mengorganisasikan perempuan dalam komunitas kelompok pemilih atau dengan mengefektifkan organisasi dan kelompok perempuan yang telah ada di wilayah masing-masing. 

Kelompok perempuan juga dapat menginisiasi pendidikan pemilih yang lebih kreatif sehingga masyarakat tidak menganggap pemilu ini hal yang membosankan dan tidak berguna sehingga apatis. Arena pemilihan yang fun dan kreatif juga bisa membuat proses pemilihan menjadi sesuatu yang menyenangkan, di samping menyadarkan. Proses yang murah, tapi mendekatkan calon kepada pemilih. 

(dimuat di Media Indonesia, 9 Juni 2015)

Sunday, September 22, 2013

Caleg Baru Harus Pintar Atur Strategi Lawan Incumbent
Jum'at, 20 September 2013 , 19:25:00 WIB
Laporan: Wahyu Sabda Kuncahyo


FOTO:NET
  

RMOL. Partai politik yang kembali mengusung kadernya sebagai caleg pada Pemilu 2014 dinilai sebagai langkah mempertahankan konstituen.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah bagi caleg baru untuk bertarung memperebutkan kursi di parlemen.

"Terkait strategi, kami sebagai pemula melihat bahwa ada saingan yang kuat dari incumbent, terutama kepala daerah, selain dari incumbent DPR RI," kata caleg Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dini Lestari dalam diskusi bertema 'Caleg Dalam Pusaran Kepala Daerah, Siapa Diuntungkan' di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (20/9).

Ia sadari caleg incumbent yang berasal dari kepala daerah maupun DPR RI lebih mempunyai keuntungan dalam hal berkampanye. Lantaran, telah memiliki pengalaman baik secara finansial maupun jaringan melalui mesin partai.

"Bagi kita pemula, strateginya adalah harus lebih rajin, yakni lebih dini turun ke dapil setahun sebelumnya. Ini dapat dilakukan untuk melawan incumbent yang maju dengan kekuatan dana dan alat peraga," ujar Dini.

Caleg asal daerah pemilihan Jawa Barat II itu menambahkan, strategi lain yang dapat ditempuh caleg baru yakni dengan mengenal kekuatan dan kelemahan lawan. Salah satunya dengan menawarkan perubahan bagi masyarakat di dapil dengan melihat kinerja caleg incumbent yang sudah ada.

"Sulit mengalahkan incumbent yang baik. Tapi, kalau untuk incumbent yang tidak ada kerjanya, maka kita punya repositioning," kata Dini.[wid]

Foto-Foto:
http://news.detik.com/readfoto/2013/09/20/213116/2365226/157/3/diskusi-caleg-dalam-pusaran-kepala-daerah

Friday, February 22, 2013

PENYIAPAN KETERWAKILAN PEREMPUAN 30 PERSEN, GAGAL LAGI?


Daftar Caleg Sementara (DCS) akan diserahkan pada tanggal 10 April 2013. Untuk meraih kuota 30 persen perempuan,  mengajukan kandidat perempuan dalam DCS secara strategis menjadi penting.  Dalam 3 bulan ini, partai harus bekerja keras, untuk mencari Calon Legislatif (Caleg) perempuan yang berkualitas – mampu menang dan mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya- serta mencari strategi  untuk membantu Caleg  perempuan yang berkualitas tersebut untuk terpilih.

Di pemberitaan media ( 17/1), memberitakan Parpol Terancam Gagal Pemilu, Bila tidak Penuhi Keterwakilan Perempuan. KPU menegaskan bahwa syarat keterwakilan perempuan minimal 30 persen di daftar Caleg sudah diatur dalam UU No 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. KPU mendorong keterwakilan 30 persen perempuan, tidak hanya dari jumlah keseluruhan Caleg yang didaftarkan. Namun berdasarkan alokasi kursi di daerah pemilihan ( Dapil). Bila sebuah partai belum memenuhi kuota 30 persen di sebuah dapil, KPU akan menyatakan  partai tersebut tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu di Dapil yang bersangkutan.

Syarat ini masih dirasakan berat, karena tidak sekedar hanya komitmen affirmative, namun  realitasnya masih sulit mencari perempuan yang berkualitas yang berminat menjadi Caleg terutama di  Kabupaten/Kota. Sanksi diskualifikasi bagi partai yang tidak memenuhi syarat, nampaknya masih ditawar partai berdasar argumentasi di atas.  Dari paparan ini nampak partai memiliki kesulitan penyediaan (supply)  dalam menyediakan kandidat dari kalangan perempuan.

Menakar Keberanian Perempuan di Daerah Menjadi Caleg

Untuk menjawab persoalan tersebut, ada dua sisi yang harus didorong, demand side dan supply side. Dari segi demand, keputusan KPU tersebut mendorong partai memiliki demand terhadap calon perempuan didasarkan, bahwa perempuan merupakan sebagian besar pemilih serta memiliki kepentingan-kepntingan untuk diperjuangkan. Dalam segi supply, harus diupayakan mendorong perempuan di tingkat daerah untuk terlibat aktif di politik.

Giatnya perempuan dalam aktifitas keagamaan dan social, seringnya konflik yang terjadi, mahalnya ongkos politik, pencitraan yang kurang baik anggota legislative yang terpilih di politik membuat perempuan enggan terlibat dalam politik dan memilih jalur aman dengan kontribusi yang lebih terlihat nyata di berbagai organisasi social.

Politik harus dapat diimajinasikan dan dibuktikan sebagai tempat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat termasuk perempuan dan anak-anaknya.  Keterlibatan menjadi penting, agar perempuan yang aktif di sector public dan kebijakan dapat memperjuangkan masyarakat, serta kepentingan-kepentingan perempuan miskin dan di domestic untuk diperjuangkan di parlemen.


Peran Partai, Lebih Proaktif dan Terbuka

Politik merupakan seni memihak mana yang akan menang. Dalam system Pemilu dengan  system suara terbanyak.  Berdasarkan disertasi salah satu petinggi PDI-P, Pramono Anung (2013),  probabilitas tertinggi yang terpilih adalah artis dan pengusaha,  karena popular serta cukup punya dana. Dalam hal ini, posisi  Caleg perempuan yang biasanya tidak memiliki modal akan terseok-seok. Biasanya partai yang memang harus berupaya memenangkan pertarungan, cenderung memilih calon dengan tingkat probabilitas  terpilih tinggi yang biasanya calon laki-laki.

Berdasarkan pengalaman dalam melakukan verifikasi factual, kesulitan partai di daerah dalam menemukan Calon Perempuan yang berkualitas adalah minimnya pengurus partai melakukan pemetaan  tokoh-tokoh perempuan potensial untuk aktif di partai politik, baik sebagai pengurus maupun untuk menjadi Caleg.

Terengah-engahnya partai melakukan kaderisasi dan menjadikan partai wahana penggodokan calon pemimpin baik di tingkat nasional dan daerah. Menyulitkan partai mendapatkan kader-kader perempuan terbaiknya. Partai sebenarnya dapat mengadakan pengkaderan secara reguler baik dilakukan oleh partai maupun oleh organisasi-organisasi sayap partai untuk menjaring caleg perempuan berkualitas bila dilakukan pengkaderan secara dini.

Perlunya Pemberian ruang  yang dibangun atas kesadaran yang cukup dari petinggi partai baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Karena untuk beberapa partai yang memiliki kader baik, namun bila tidak diberi ruang dan kepercayaan untuk memenangkan dan memperjuangkan, maka ruang ini akan tetap kosong. Bilapun kader perempuan dicalonkan, tidak lebih hanya untuk memenuhi syarat KPU, semacam pencalonan kandidat perempuan yang lebih procedural disbanding substansial. Partai secara sadar, membuka ruang.

Selain pengkaderan serta pemberian ruang bagi kader, partai juga dapat membuka Caleg dari luar yang berminat serta melakukan pendekatan kepada Caleg-Caleg perempuan yang potensial di daerahnya untuk menjadi salah satu Caleg, sehingga membuka ruang bagi kemungkinan keterwakilan.

Untuk memenuhi  keterwakilan 30 persen, keterlibatan parpol tidak hanya komitmen jumlah Caleg 30 persen, namun juga pemikiran dan strategi agar caleg perempuan dan potensial bila dipadukan dengan competitor lainnya, dapat meningkatkan keterwakilan di lembaga legislatif.

Mengimajinasikan Politik baru, Perempuan baru

Dalam kondisi dimana jumlah perempuan yang tertarik tidak cukup banyak ini, nampaknya perempuan Indonesia harus didorong terus untuk terlibat . Sistem pemilu yang cenderung individual dan mengedepankan modal dapat diatasi lebih kreatif. Perempuan di politik Indonesia harus menjadi perempuan baru, yang memiliki kesadaran, kepercayaan dan kekuatan untuk mentransformasi berbagai sumber daya yang dimilikinya menjadi jumlah suara sebagai bentuk kepercayaan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih nyata.

Perempuan-perempuan potensial di sebuah wilayah harusnya sudah dimasukkan dalam database perempuan potensial oleh partai untuk didekati, kemudian didampingi dalam strategi pemenangan  serta diberi ruang untuk berkompetisi yang fair  dan tumaninah dan tidak hanya dijadikan vote getter suara perempuan untuk kemudian ditinggalkan.

Dalam ajang pemilu 2014, bila ingin meraih keterwakilan 30 persen perempuan di Legislatif, perlu lebih dari sekedar langkah biasa. Perlu sebuah terobosan, tidak hanya normative namun juga kreatif  di kedua belah pihak, baik perempuan maupun pihak partai politik.

Bila tidak ada kerja keras di Pihak Partai dan Caleg perempuan potensial untuk terlibat memperjuangkan keterwakilan dalam Daftar  Caleg Sementara, saya pesimis bahwa keterwakilan 30 persen yang diperjuangkan sejak tahun 2004, akan gagal lagi.

*Dini Mentari, Pemerhati  Keterwakilan Perempuan di Politik, Wasekjen DPP PPP.

SMS UNTUK KESEHATAN IBU DAN ANAK



Penggunaan handphone kini sudah masuk ke desa-desa. Penggunaannya pun sangat beragam. Selain untuk melakukan kontak sehari-hari, kini handphone digunakan juga untuk mendapatkan informasi terkait kesehatan ibu dan anak. Sebagai contoh, Di RSUD Majalaya, Kabupaten Bandung,  dirintis program SiJari Emas, yang menghubungkan tenaga medis dan penyedia layanan pada saat gawat darurat. Program SMS lainnya ‘ SIGAPKU’ yang akan menerima complain, keluhan, uneg-uneg terkait pelayanan kesehatan Ibu dan Anak, serta SMS SIPPP yang menjadi ajang pembelajaran bagi para tenaga kesehatan. Berita ini tentu melegakan, untuk ibu yang mau melahirkan bila menghadapi komplikasi persalinan terutama dengan kasus-kasus gawat,  oleh bidan/tenaga medis dapat diberikan pertolongan  yang lebih tepat dan lebih cepat. Saat diinformasikan seorang ibu dalam keadaan darurat, fasilitas di puskesmas/rumah sakit dapat disiapkan lebih cepat, jkarena diberitahu melalui  SMS  yang terhubung dengan system informasi kesehatan yang ada. Dari informasi tersebut dapat dideteksi puskesmas/ rumah sakit mana yang siap untuk menangani keadaan darurat tersebut . Tentu ini merupakan, sebuah cara baru.

Penggunaan SMS untuk pengiriman informasi kesehatan merupakan sebuah contoh bagaimana internet dan handphone  digunakan dalam sector kesehatan. Pemanfaatan ini biasanya digunakan untuk kampanye kesehatan, berbagi informasi mengenai kesehatan, penyediaan data kesehatan pasien  dan peningkatan kemampuan tenaga medis. Dalam konteks kesehatan Ibu dan Anak, handphone dapat membantu dalam mencegah keterlambatan pengambilan keputusan serta terlambatnya transportasi penanganan Ibu hamil di saat krisis. Juga berguna untuk menghubungkan antara tenaga medis di rumah sakit dan puskesmas/ bidan pada saat terjadi krisis persalinan.

Angka kematian Ibu dan Bayi di Indonesia adalah 210 per 100.000 kelahiran sementara di Jawa Barat, angka kematian Ibu dan Bayi lebih besar sebanyak  228 orang per 100.000 kelahiran. Banyak penyebab tingginya kematian Ibu dan Bayi Baru lahir,  penyebab langsungnya yang terbanyak adalah pendarahan dan eklampsia. Dari berbagai  literature dan diskusi-diskusi dengan komunitas, penyebab yang mendukung tingginya angka tersebut adalah kemampuan dna ketrampilan penolong persalinan yang kurang memadai,  minimnya infrastruktur (penyedia pelayanan kesehatan dan sarana transportasi) serta minimnya informasi mengenai kesehatan Ibu dan Anak sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai kesehatan Ibu dan Anak.  Minimnya sarana informasi tersebut,  dapat diatasi dengan menyediakan informasi mengenai kesehatan yang cukup. Lebih baik, bila informasi tersebut tersedia secara mudah, cepat, sesuai dan murah. Penggunaan handphone serta layanan SMS-nya memberikan peluang untuk memberi kesehatan informasi dengan kriteria tersebut.

Di Indonesia, pemanfaatan dan Inovasi ini mungkin dilakukan dengan mendorong penggunaan teknologi, akses handphone yang kini telah dimiliki oleh sekitar 250 juta pengguna (menurut Asosiasi Telekomunisasi Seluler Indonesia, 2011),  diharapkan dapat membantu meningkatkan kesehatan keluarga. Dengan pemakaian handphone, informasi bisa langsung ke tangan yang bersangkutan.

Di negara lain, inisiatif penggunaan aplikasi handphone seperti SMS, dilakukan melalui inisiatif MAMA (Mobile Alliance Maternal Action) , yang kini tersebar di 35 negara. Program ini berusaha memberi informasi kepada Ibu, agar si Ibu lebih kuat dan memahami kesehatan melalui informasi yang dimilikinya. SMS dikirimkan gratis setiap minggu selama masa hamil dan  satu tahun setelah melahirkan. Salah satu Negara yang menjadi jaringannya, yakni di Bangladesh. Kini anggotanya sudah mencapai 10.000 ibu. Ibu-ibu yang menjadi target adalah  ibu-ibu dari keluarga miskin dan memiliki kemungkinan resiko tinggi dalam persalinan ditinjau dari riwayat medisnya.

Selain itu ada text4baby.  Ada 24 juta pesan yang terkirim dengan jumlah pengguna sekitar 350 ribu , sebagian besar pelanggan adalah ibu-ibu muda yang baru pertama melahirkan.  Pesan SMS yang dikirim seperti perkembangan bayi, tidur yang baik bagi proses kehamilan, menghindari cacat lahir,  menjaga  nutrisi, mengingatkan jadwal imunisasi, kesehatan mental, milestone perkembangan kelahiran dan pertumbuhan bayi, kekerasan keluarga,  menjaga aktifitas fisik serta menyusui.

Di Kenya, untuk ibu-ibu yang buta huruf, SMS dikirimkan ke handphone suaminya. Sementara itu, para tenaga kesehatan dilatih untuk membuat isi SMS untuk dikirimkan ke ibu-ibu yang sedang hamil. SMS digunakan untuk memeriksa secara regular kesehatan ibu serta jika terjadi keluhan.

Ada juga yang menjual alat-alat Kesehatan Ibu dan Anak  yaitu Maternova.com.  Yang menarik, penjualan alat kesehatan ibu dan anak secara online ini, memiliki keunggulan harganya murah dan sesuai dengan kebutuhan persalinan ibu dan anak  daerah-daerah remote area.

Di Indonesia sendiri selain inisiatif SMS SIGAPKU dan SIJAriEmas, inovasi lainnya dicoba dirintis oleh Tim ITB dengan membangun database dan aplikasi kesehatan maternal dan neonatal ( kesehatan ibu dan bayi baru lahir) yang mencatat progress kesehatan seorang ibu dari dalam data kesehatan di puskesmas/rumah sakit dari awal hamil hingga melahirkan.

Tantangan Ke Depan

Di Indonesia, penggunaan mobile phone untuk informasi persalinan dan perkembangan kesehatan ibu dan bayi masih terbatas. Dengan jumlah pengguna sekitar 250 juta, masih banyak hal dapat dikembangkan.  Penggunaan berbagai ragam media juga penting untuk dikombinasikan dengan penggunaan handphone, penggunaan leaflet, televise,  pertemuan-pertemuan komunitas, radio komunitas dan media alternative lainnya  yang dekat dengan perempuan. Sehingga informasi menjadi lebih lengkap didapatkan oleh perempuan-perempuan yang sedang hamil untuk menjaga kesehatan kehamilannya, menjaga kelahirannya dan  kesehatan bayi baru lahir.

Juga pemikiran lainnya yang dapat dikembangkan dengan,  mengkolaborasikan informasi tersebut dengan diskusi tatap muka di berbagai kegiatan komunitas  Pos Yandu, PKK serta Puskesmas sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih kuat.


*Dini Mentari, Kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Mengelola Program Asistensi Teknis Pengarusutamaan Gender dalam Kesehatan Ibu dan Anak di Propinsi NTT, PATTIRO

Wednesday, December 26, 2012

Refleksi dan Evaluasi Penegakan Hukum dan HAM 2012



Refleksi dan Evaluasi  Penegakan Hukum dan HAM Indonesia 2012
Bidang Hukum dan HAM DPP PPP


Mahfud MD menjelaskan mengenai kinerja Penegakan Hukum dan HAM Indonesia 2012 di DPP PPP, dari Ki-Ka (Dini Mentari, Wasekjen Bidang Hukum dan HAM), Lukman Hakim S (Wakil Ketua MPR), Mahfud MD ( Ketua Mahkamah Konstitusi, Sholeh Amin ( Ketua DPP PPP) Ifdhal Kasim (Mantan Ketua Komnas Ham 2007-2012).

Friday, November 16, 2012



SELAMAT TAHUN BARU, HARAPAN BARU, HARAPAN PERUBAHAN


Thursday, November 15, 2012



MAHKAMAH PARTAI DPP PPP- Menyelesaikan Permasalahan Internal dengan Islah


Sesuai dengan Pasal 29 UU Partai Politik, diamanahkan adanya Mahkamah Partai yang bertugas untuk melakukan penyelesaian perselisihan internal partai. Sehingga tidak semua perselisihan kepengurusan dll-nya harus dilakukan melalui pengadilan. Berikut adalah sebagian Wakil Ketua serta Anggota Mahkamah Partai DPP PPP, para senior pendiri PPP, yang telah memberikan pengorbanan ke partai ini dengan setia.



MEMPERJUANGKAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA UNTUK KEPENTINGAN BERSAMA : ARTICLE 33 INDONESIA


Berawal dari  Inspirasi Pasal 33 UUD 1945, mengenai kepemilikan sumber daya alam Indonesia untuk sepenuhnya kemakmuran bangsa ini, ARTICLE 33 Indonesia berupaya melalui riset serta berbagai publikasi untuk mendorong implementasi pasal ini. Hal yang paling khusus dari lembaga yang diawali dengan nama PATTIRO INstitute (PI) ini, lebih menekankan pada kajian desentralisasi fiskal dan insudtri ekstraktif di Indonesia. Berikut adalah tim dari Article 33.




Diskusi dengan Ketua Bawaslu RI- Pengawalan Suara Pemilu 2014




Diskusi dengan Ketua Bawaslu RI, DR. Muhammad, dilaksanakan di DPP Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) di Jl Diponegoro 60 Jakarta.  Diskusi ini sejatinya ditujukan untuk Bidang Hukum dan HAM PPP.

DR.Muhammad membahas mengenai menguatnya kewenangan Bawaslu dalam memutuskan sengketa yang berkaitan dengan Pemilu. Bila sebelumnya kewenangan tersebut belum dijamin oleh undang-undang, kini dengan hadirnya UU Pemilu yang baru tahun 2012, Bawaslu memiliki jaminan hukum atas penyelesaian sengketa yang terjadi.

Selain Bawaslu, ada juga lembaga-lembaga lain yang memiliki kewenangan pengawasan etik yakni DKPP, serta keterlibatan Kejaksaan dan Kapolri untuk pengawalan suara nanti.

Untuk teknis pengawasan pada saat Pemilu bulan April tahun depan, Bawaslu akan mengerahkan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menjadi pemantau serta menggunakan Teknologi Informasi dalam pengawasan bekerjasama dengan BPPT.

Friday, January 20, 2012

RUU PEMILU dan KEPENTINGAN POLITIK KETERWAKILAN PEREMPUAN


Dini Mentari*)
Pansus RUU Pemilu di DPR masih berdebat mengenai beberapa isu krusial, isu krusial yang mengemuka adalah perdebatan mengenai Parliamentary Threshold (PT) yang didorong naik 4%, kemudian penyempitan dapil serta mengurangi jumlah kursi. Perdebatan kemudian berkembang dengan hadirnya wacana mengenai kemungkinan memakai sistem proporsional tertutup. Hal ini didasarkan bahwa peserta pemilu bukanlah indvidu namun partai politik. Di pemilu 2009, dengan sistem suara terbanyak serta memakai sistem proporsional terbuka, individu yang menjadi kontestan dan bukan partai.

KEPENTINGAN KETERWAKILAN POLITIK PEREMPUAN

Dalam wacana yang tengah berkembang tersebut, kemudian dipertanyakan, dimanakah keterwakilan perempuan di politik 2014 ditempatkan?. Pasca keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2008 yang menetapkan suara terbanyak sebagai dasar kemenangan seorang kandidat legislatif, serta tidak dicantumkannya lagi persyaratan serta sanksi kuota 30%. Kelompok perempuan yang memperjuangkan keterwakilan, menjadi tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat secara eksplisit untuk menekan partaimenempatkan perempuan dalam posisi-posisi strategis sebagai kandidat legislatif yang memiliki kemungkinan terpilih besar.
Di sisi yang lain dalam pembahasan yang berkembang, terdapat wacana mengurangi jumlah kursi di sebuah Daerah Pemilihan (Dapil). Dalam hal ini, hemat saya kelompok perempuan harus memperjuangkan untuk jumlah kursi yang cukup banyak di 3-8 kursi atau 3-10 kursi, karena dengan jumlah kursi yang cukup banyak, memungkinkan peningkatan keterwakilan kelompok perempuan lebih besar. Karena perempuan yang ditempatkan di no 2 atau 3 atau menjadi kandidat no 1 di partai-partai kecil, kemungkinan dapat terpilih.

Menyikapi PT 4%,kelompok perempuan pun harus jeli memilih partai. Perempuan yang kini berada di partai-partai yang kemungkinan sulit lolos, harus segera bermigrasi ke partai yang memiliki kemungkinan lolos. Juga jika dalam RUU Pemilu, tidak memungkinkan koalisi antar partai atau partai tersebut tidak melakukan koalisi dengan partai lain.

Hal terakhir, kemungkinan pemilihan penggunaan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional tertutup, memungkinkan partai memiliki kekuasaan untuk menentukan orang-orang yang akan membawa kemenangan. Sistem ini rentan karena seperti memilih ‘kucing dalam karung’ serta kemungkinan terjadinya politik transaksional dalam partai sendiri. Kelebihannya, memungkinkan partai sebagai kontestan pemilu ( seperti tercantum dalam persyaratan RUU Pemilu) , memiliki kewibawaan terhadap kandidat personal. Dalam sistem proporsional tertutup, strategi meningkatkan keterwakilan dengan mendorong partai untuk menempatkan kandidat perempuan potensial di nomor urut 1, atau mendorong penggunaan zipper system/ sistem zigzag dimana kandidat perempuan bisa berada selang-seling dalam posisi strategis terutama di partai yang memiliki peluang keterpilihan tinggi. Yang perlu dicermati, jika penggunaan sistem tertutup dijalankan adalah bagaimana melakukan negosisasi dengan partai.

MEMPENGARUHI RUU PEMILU

Dalam pandangan saya, RUU Pemilu masih dapat dipengaruhi mengingat pembahasan masih berlangsung. Dengan mempertimbangkan kemungkinan mudah serta sulitnya keterwakilan perempuan dilakukan, saya melihat sistem proporsional terbuka lebih memungkinkan perempuan untuk memenangkan suara, karena tidak adanya basis hukum yang tegas untuk keterwakilan 30% dalam penyusunan Caleg. Sehingga tidak ada mekanisme yang memaksa partai untuk menempatkan perempuan di urutan yang strategis. Sistem proporsional terbuka ,
meski tidak mudah juga bagi perempuan, memungkinkan perempuan yang rajin ( serta tidak hanya memiliki uang), memiliki kompetensi dan popularitas untuk dapat memenangkan kursi.

Agar perempuan memiliki kesempatan yang lebih luas, jumlah kursi di dapil jangan diperkecil ke 3-6 kursi namun tetap di 3-8 atau di 3-10 kursi, sehingga seperti disebutkan di atas memungkinkan perempuan lolos menjadi lebih besar.
Menyikapi PT 4%, sebaiknya kelompok perempuan mendorong pengurangan ke 3%, agar kebhinekaan dari masyarakat Indonesia terwakili. Dengan PT 4% hanya beberapa partai besar saja yang lolos. Sementara banyak calon perempuan yang menjadi kandidat berasal dari partai-partai menengah dan kecil.

*) Pemerhati dan praktisi keterwakilan perempuan di Politik, Direktur Eksekutif PATTIRO
Institute