Friday, January 20, 2012

RUU PEMILU dan KEPENTINGAN POLITIK KETERWAKILAN PEREMPUAN


Dini Mentari*)
Pansus RUU Pemilu di DPR masih berdebat mengenai beberapa isu krusial, isu krusial yang mengemuka adalah perdebatan mengenai Parliamentary Threshold (PT) yang didorong naik 4%, kemudian penyempitan dapil serta mengurangi jumlah kursi. Perdebatan kemudian berkembang dengan hadirnya wacana mengenai kemungkinan memakai sistem proporsional tertutup. Hal ini didasarkan bahwa peserta pemilu bukanlah indvidu namun partai politik. Di pemilu 2009, dengan sistem suara terbanyak serta memakai sistem proporsional terbuka, individu yang menjadi kontestan dan bukan partai.

KEPENTINGAN KETERWAKILAN POLITIK PEREMPUAN

Dalam wacana yang tengah berkembang tersebut, kemudian dipertanyakan, dimanakah keterwakilan perempuan di politik 2014 ditempatkan?. Pasca keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2008 yang menetapkan suara terbanyak sebagai dasar kemenangan seorang kandidat legislatif, serta tidak dicantumkannya lagi persyaratan serta sanksi kuota 30%. Kelompok perempuan yang memperjuangkan keterwakilan, menjadi tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat secara eksplisit untuk menekan partaimenempatkan perempuan dalam posisi-posisi strategis sebagai kandidat legislatif yang memiliki kemungkinan terpilih besar.
Di sisi yang lain dalam pembahasan yang berkembang, terdapat wacana mengurangi jumlah kursi di sebuah Daerah Pemilihan (Dapil). Dalam hal ini, hemat saya kelompok perempuan harus memperjuangkan untuk jumlah kursi yang cukup banyak di 3-8 kursi atau 3-10 kursi, karena dengan jumlah kursi yang cukup banyak, memungkinkan peningkatan keterwakilan kelompok perempuan lebih besar. Karena perempuan yang ditempatkan di no 2 atau 3 atau menjadi kandidat no 1 di partai-partai kecil, kemungkinan dapat terpilih.

Menyikapi PT 4%,kelompok perempuan pun harus jeli memilih partai. Perempuan yang kini berada di partai-partai yang kemungkinan sulit lolos, harus segera bermigrasi ke partai yang memiliki kemungkinan lolos. Juga jika dalam RUU Pemilu, tidak memungkinkan koalisi antar partai atau partai tersebut tidak melakukan koalisi dengan partai lain.

Hal terakhir, kemungkinan pemilihan penggunaan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional tertutup, memungkinkan partai memiliki kekuasaan untuk menentukan orang-orang yang akan membawa kemenangan. Sistem ini rentan karena seperti memilih ‘kucing dalam karung’ serta kemungkinan terjadinya politik transaksional dalam partai sendiri. Kelebihannya, memungkinkan partai sebagai kontestan pemilu ( seperti tercantum dalam persyaratan RUU Pemilu) , memiliki kewibawaan terhadap kandidat personal. Dalam sistem proporsional tertutup, strategi meningkatkan keterwakilan dengan mendorong partai untuk menempatkan kandidat perempuan potensial di nomor urut 1, atau mendorong penggunaan zipper system/ sistem zigzag dimana kandidat perempuan bisa berada selang-seling dalam posisi strategis terutama di partai yang memiliki peluang keterpilihan tinggi. Yang perlu dicermati, jika penggunaan sistem tertutup dijalankan adalah bagaimana melakukan negosisasi dengan partai.

MEMPENGARUHI RUU PEMILU

Dalam pandangan saya, RUU Pemilu masih dapat dipengaruhi mengingat pembahasan masih berlangsung. Dengan mempertimbangkan kemungkinan mudah serta sulitnya keterwakilan perempuan dilakukan, saya melihat sistem proporsional terbuka lebih memungkinkan perempuan untuk memenangkan suara, karena tidak adanya basis hukum yang tegas untuk keterwakilan 30% dalam penyusunan Caleg. Sehingga tidak ada mekanisme yang memaksa partai untuk menempatkan perempuan di urutan yang strategis. Sistem proporsional terbuka ,
meski tidak mudah juga bagi perempuan, memungkinkan perempuan yang rajin ( serta tidak hanya memiliki uang), memiliki kompetensi dan popularitas untuk dapat memenangkan kursi.

Agar perempuan memiliki kesempatan yang lebih luas, jumlah kursi di dapil jangan diperkecil ke 3-6 kursi namun tetap di 3-8 atau di 3-10 kursi, sehingga seperti disebutkan di atas memungkinkan perempuan lolos menjadi lebih besar.
Menyikapi PT 4%, sebaiknya kelompok perempuan mendorong pengurangan ke 3%, agar kebhinekaan dari masyarakat Indonesia terwakili. Dengan PT 4% hanya beberapa partai besar saja yang lolos. Sementara banyak calon perempuan yang menjadi kandidat berasal dari partai-partai menengah dan kecil.

*) Pemerhati dan praktisi keterwakilan perempuan di Politik, Direktur Eksekutif PATTIRO
Institute






1 Comments:

At 1:14 AM, Blogger Unknown said...

Halo Ibu Dini Mentari,

Saya Nanda dari LKBN Antara Divisi Televisi. Saat ini kami sedang membuat tayangan berdurasi 30 menit dengan tema 'Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen'. Terkait dengan tema tersebut, bisakah kami mewawancarai Ibu Dini?

Saya bisa dihubungi di adnan7nanda@yahoo.com

Salam,

Terima kasih.

 

Post a Comment

<< Home