Sunday, April 17, 2011

Kartini Digital, Menembus Batas Ruang dan Waktu



“Di dapur, di sumur dan di kasur”, biasanya begitu perempuan Indonesia. Yang menggambarkan bagaimana perempuan di pinggirkan di ruang public. Banyak perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga , baik di pedesaan maupun di perkotaan, diam di rumah-rumah dan menyimpan potensi-potensi yang lebih luas. Sehingga jaringan pergaulan dan pengetahuan menjadi lebih sempit.

Konvergensi media digital serta mobile phone, membawa perempuan pada dunia baru. Hanya dengan meng-klik , perempuan terhubung kepada jaringan global. Sehingga kemungkinan besar keterkungkungan ini menjadi lepas. Perempuan seperti memiliki ‘alat’ baru yang memanjangkan langkah dan pikirannya.

Perempuan dapat berinteraksi tanpa keluar rumah dan menyesuaikan dengan waktu yang dimilikinya. Perempuan dapat bergaul di situs jejaring sosial yang seperti twitter –yang menurut penelitian Oxford Internet Institute penggunanya di Indonesia aktif 24 jam, 7 hari dalam seminggu setara dengan keaktifan penduduk New York ataupun bergabung dengan Facebook yang kini ‘komunitasnya’ berjumlah 30 juta di Indonesia menurut majalah Times, di urutan ke 2 setelah Amerika Serikat. Sehingga perempuan tidak usah khawatir tertinggal pergaulan karena berada di rumah. Justru dari rumah, bila memiliki kemampuan, dapat membangun berbagai peluang yang tersedia di internet.

Jika dulu Kartini mengabarkan melalui media surat mengenai ‘nasib perempuan’ yang terkungkung adat di bilik-bilik rumah untuk menyuarakan keinginan, pemikiran dan aktifitasnya. Kini perempuan dapat membangun ruang publiknya sendiri di dunia maya. Dunia global yang dapat diakses hanya dengan meng-klik hand phone atau dengan memakai akses modem langsung terhubung melewati waktu dan melintasi sekat-sekat kungkungan.

Kini berbagai komunitas jaringan perempuan muncul, Klub Berani Baking, klub masak, klub perempuan pencinta fotografi, Toko-toko online, jaringan penulis perempuan yang berkumpul ribuan , menuliskan keseharian pemikrian karya , yang dulunya mungkin tidak terimpikan. Di berbagai media sosial, perempuan bergaul dengan kerabat, teman masa lalu, ataupun membangun hubungan sosial dan bisnis baru, ataupun sekedar berbincang mengemukakan perasaan dan pemikirannya ke tingkat yang lebih luas. Internet telah menjadi alat bantuan baru dari ketertindasan untuk memerdekakan perempuan misalnya dalam kasus Prita Mulyasari ataupun para pejuang buruh migrant Indonesia di berbagai negara melalui teknologi informasi yang tersedia.

Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi membuat lompatan bagi perempuan Indonesia, Sejatinya, internet dan mobile phone memberikan kemudahan bagi perempuan selain menjadi konsumen pasif dari content-content yang diberikan, juga dapat berkreasi membangun content-content baru. Melalui berbagai aplikasi yang mudah, perempuan dapat berbagi pengetahuan mengenai keterlibatan di politik, permasalahan kesehatan, peluang bisnis ataupun diskusi-diskusi yang menambah wawasan . Waktu yang digunakan lebih fleksibel. Pendeknya dunia digital, seperti kehadiran KArtini, membawa dunia baru bagi perempuan Indonesia yang lebih bebas dan mampu mengkonstruksi wacana sesuai dengan pemikiran perempuan-perempuan Indonesia serta berperan aktif seperti yang lainnya.

Pekerjaan Rumah yang Tersisa

Dunia digital masih menyisakan pekerjaan rumah bagi perempuan, kehadiran internet di era digital ini masih banyak diakses oleh perempuan-perempuan perkotaan dengan tingkat pendidikan yang cukup baik. Masih ada perempuan-perempuan yang tertinggal , tanpa mampu mengakses teknologi. Perempuan-perempuan miskin yang boro-boro mengakses teknologi informasi dan komunikasi seperti internet di pedesaan dan pedalaman. Kesenjangan kepemilikan ini juga, yang disebut digital divide akan menyebabkan kesenjangan pengetahuan. Padahal Internet menyajikan begitu banyak pengetahuan dan bahan pembelajaran. Perempuan diharapkan menjadi penyampai kepada perempuan dan yang lainnya, agar tidak menyebabkan kesenjangan digital yang lebih lebar.

Sebagai ibu rumah tangga pun, perempuan diharapkan memahami penggunaan internet dan alat digital lainnya terutama bagi keluarga. Peran sentral yang masih dimiliki ibu-ibu Indonesia untuk mengasuh, meminta perhatian lebih bagi pengawasan penggunaan internet dan media sosial lainnya (internet literacy), sehingga ibu-ibu bisa mendorong penggunaan internet yang sehat dan bermanfaat bagi diri dan keluarganya.

Dini Mentari/PATTIRO

Foto diunduh dari: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1274527801/mobile-learning


0 Comments:

Post a Comment

<< Home